Kamis, 12 November 2009

TAHAPAN-TAHAPAN MANAJEMEN HUMAS PENDIDIKAN

0 komentar Kamis, 12 November 2009 |
Pendahuluan

Dalam pelaksanaan pekerjaannya seorang praktisi humas akan menggunakan konsep-konsep manajemen untuk mempermudah pelaksanaan tugas-tugasnya dan dalam proses pelaksanaan humas sepenuhnya mengacu pada pendekatan manajerial.
Dalam proses manajerial kita akan menjumpai teknik-teknik yang dipergunakan oleh seorang manajer di dalam mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan itu. Proses ini pun mencakup fungsi-fungsi dasar dengan pendekatan analistik seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan dalam melaksanakan manajemen (Planning, Organizing, Actuating, Controlling).
Dengan melihat proses peranan manajemen dan hubungan masyarakat dalam suatu organisasi yang sudah dikemukakan, dapatlah dikatakan bahwa manajemen itu adalah upaya menyusun sasaran dan kerja sama melalui orang lain. di samping itu, untuk dapat mencapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif dan agar pekerjaan terlaksana dengan baik Fungsi dan tanggung jawab manajer humas hendaknya mengupayakan terjadinya hubungan yang lancar dan efektif antara semua bagian dalam perusahaan di satu sisi dan antara perusahaan itu dengan publik internal dan publik eksternal.
Staf humas harus menerapkan ketiga prinsip dasar fungsi hubungan masyarakat dan mampu secara objektif menanggapi pendapat dan sikap publik. Dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari, tiap staf humas harus mempelajari setiap langkah dan sasaran perusahaan. Melaksanakan koordinasi pekerjaan agar jangan sampai ada pekerjaan yang tumpang-tindih, mengawasi pekerjaan staf agar jangan menyimpang jauh dari perencanaan dengan metode kerja yang benar, alat kerja yang sesuai, dan informasi kerja yang tepat.
Berdasarkan landasan pemikiran diatas maka kami akan membahas masalah yang berkaiatan antara Manajemen dan Humas Pendidikan sehingga perlu kira kami memaparkan tahap-tahap dalam Manajemen Humas Pendidikan.

Pembahasan

A.Perencanaan Humas Pendidikan
Perencanaan humas pendidikan adalah bagaimana humas pendidikan baik itu yang berjangka panjang maupun berjangka pendek, direncanakan dengan cermat dan hati-hati, sedemikian rupa, sehingga akan diperoleh tujuan dan hasil sesuai dengan apa yang di cita-citakan.
Perencanaan humas pendidikan membantu seorang praktisi humas pendidikan dari bertindak instingtif, mudah kehilangan arah, tergoda dengan hal-hal yang baru sementara hal-hal yang baru belum terselesaikan, yang pada akhirnya ia akan sulit memastikan sejauh mana kemajuan yang telah dicapai dan apa saja hasil-hasil yang konkret yang telah dibuahkannya
Adapun yang termasuk dalam perencanaan humas pendidikan itu meliputi;1
1.pengenalan situasi lembaga pendidikan
adapun yang di maksud dengan penegnalan situasi adalah kita harus mengetahui secara pasti seperti apa citra lembaga pendidikan kita di mata masyarakat maupun stake holder lembaga pendidikan, karena, keberhasilan humas disebuah lembaga pendidikan mustahil tercapai bila pelaku humasnya tidak memahami kondisi dan situasi lembaga yang hendak di tanganinya.
Untuk mengenal situasi dan citra lembaga pendidikan di mata masyarakat, kita memerlukan informasi dan data meneganai hal itu. informasi dan data ini berguna untuk menghindari mempersepsikan segala sesuatu hanya berdasarka dugaan, perkiraan atau bahkan angan-angan saja yang pada akhirnya kita akan kehilangan arah dan program yang akan di jalankan mengalami kegagalan.
Adapun informasi dan data itu didapat dengan;2
a.Survey-survey yang khusus diadakan untuk mengungkap pendapat, sikap serta respon atau tanggapan terhadap citra dari lembaga pendidikan
b.Pemantauan berita-berita di media massa
c.Tinjauan terhadap kondisi-kondisi persaiangan antara lembaga pendidikan
d.Frekuensi keluhan stake holder serta diskusi yang lebih mendalam dengan para pengguna jasa lembaga pendidikan
e.Kajian terhadap hal-hal yang secara terstruktur tidak ada hubungannya dengan lembaga pendidikan namun pengaruh sangat besar, seperti: keadaan ekonomi, sosial dan politik.
f.Menggali secara detail sikap-tokoh-tokoh masyarakat yang merupakan para pencipta atau pemimpin pendapat umum
2. penetapan tujuan
yang harus di perhatikan dalam menetapkan tujuan adalah tidak semua tujuan bisa kita capai. Kita harus memilih sebagian diantara yang relative paling penting dan mendesak, sedangkan sisanya ditunda untuk sementara waktu atau dibatalkan sama sekali jika persediaan sumber daya kita terbatas
Selain itu dalam proses terpilihnya tujuan sangat ditentukan oleh kesadaran para pimpinan lembaga pendidikan terhadap pentingnya humas bagi lembanya dan juga seberapa baik ia menjalin hubungan dengan kalangan media massa. Juga amat ditentukan oleh kesediaan para manajer diberbagai tingkatan operasional untuk bekerja sama secara sungguh-sungguh.
Jadi pada intinya dalam penetapan tujuan humas pendidikan seorang fraktisi humas pendidikan harus bias menetapkan skala prioritas

3.Definisi khalayak
Secara sederhana khalayak dapat kita artikan dengan, kelompok orang tertentu yang berkomunikasi dengan sebuah lembaga baik secara internal maupun eksternal, hal ini berarti dalam kegiatannya humas tidak diarahkan kepada khalayak dalam pengertian umum ( masyarakat umum).
Setiap organisasi memiliki sendiri khalayak khususnya. Kepada khalayak yang terbatas itulah ia senantiasa menjalin komunikasi, baik secara internal maupun eksternal. Ada beberapa khlayak dalam dunia pendidikan diantaranya adalah;
a.Masyarakat umum
b.Calon tenaga dan siswa sekolah
c.Tenaga sekolah dan murid
d.Mitra usaha atau pemasok jasa dan berbagai kebutuhan rutin sebuah lembaga pendidikan
e.Stake holder dan wali murid
f.Para pemimpin pendapat umum
g.Pemerintah.
4. Pemilihan Media dan tekhnik-tekhnik humas
dalam pemilihan jenis media yang harus kita perhatikan adalah kita harus memilih dan memilah jenis media apa yang sesuai dengan kondisi dan situasi serta sasaran.
adapun jenis-jenis media utama kegiatan humas adalah: Media pers, Audio visual, Radio, Televisi, Internet, pameran Pendidikan, Bahan-bahan cetakan, penerbitan buku khusus, surat langsung, pesan-pesan lisan, Sponsor, Jurnal Organisasi,dan bentuk-bentuk media humas lainnya.
5. Pengaturan Anggaran
para perencana humas juga harus memperhitungkan media mana yang harus digunakan untuk menjangkau khalayak yang telah dipilih tentunya sesuai dengan keterbatasan anggaran yang ada.
Adapun arti penting dari penyusunan anggaran bersumber dari adanya beberapa alasan yaitu sebagia berikut:
a.Untuk mengetahui seberapa banyak dana yang diperluan dalam rangka membiyai program-program humas
b.Dengan adanya penganggaran akan dapat diketahi program humas apa saja yang bias dilakukan tanpa sedikitpun melanggar batasan jumlah dana yang tersedia
c.Setelah program dan jumlah biaya yang diperlukan diketahui secara pasti maka, anggaran dapat berfungsi sebagai suatu pedoman atau daftar kerja yang harus dipenuhi,
d.Anggaran memaksakan disiplin pengeluaran dana sehingga mencegah terjadinya pemborosan sehingga soal pembiayaan dan pengeluaran dapat berjalan tepat sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
e.Setelah program humas dirampungkan maka hasil-hasilnya dapat dibandingkan dengan anggaran tadi guna mengetahui apakah dana yang sudah disediakan memadai atau sebaliknya.
Adapun unsure-unsur anggaran humas meliputi tenaga kerja, biaya tetap, materi tau peralatan yang digunakan, dan lain sebagainya yang dapat membantu dalam pelaksanaan program humas dalam sebuah organisasi atau lembaga pendidikan.

6. pengukuran hasil kegiatan humas
adapun guna dari pengukuran hasil kegiatan humas adalah sebagai tolak ukur atau bahan perbandinagan.kemudia dari perbandingan itu kita bias mengetahui apakah citra lembaga pendidikan kita telah dipahami khalayak, apakah kinerja tenaga pendidik telah meningkat, apakah hubungan lembaga pendidikan dengan masyarakat sudah lebih baik.dan seterusnya asalkan jujur maka hasil perbandingan itu sudah cukup guna untuk mengukur kualitas sejauh mana hasil-hasil riirl yang telah dicapai hingga tidak diperlukan riset khusus untuk itu.
Ada tiga hal terpenting berkenaan denagan pengukuran hasil, yaitu sebagai berikut;
a.Tekhnik-tekhnik yang digunakan untuk mengenali situasi sering kali juga dimanfaatkan guna mengevaluasi berbagai hasil yang telah dicapai oleh segenap kegiatan-kegiatan humas yang telah dilaksanakan. Metode pengumjpulan pendapat atau uji sikap merupakan dua metode yang paling lazim diterapkan.
b.Metode-metode evaluasi hasil biasanya diterapkan pada tahap perencanaan. Namun bila perlu, penyesuaian bias pula dilakukan selama berlangsungnya proses pelaksanaan dari program humas yang bersangkutan.
c.Setiap program humas harus memiliki tujuan yang pasti. Untuk itu, pertama-pertama perlu ditetepakan target-target tertentu. Target-target ini pada gilirannya akandapat digunakan sebagai tolak ukur perbandingan atas hasil riil yang telah dicapai. Unsure lain yang bias digunakan sebagai tolak ukur adalah liputan oleh media massa. Sikap media massa yang lebih simpatik terhadap suatu organisasi pula dipandang sebagai salah satu bukti keberhasilan atas segenap kegiatan humas yang telah dilaksanakan oleh lembaga pendidikan tersebut
Hal terpenting yang harus ditegaskan disini adalah setiap kegiatan humas harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan professional. Sebelumnya segala sesuatu harus direncanakan secara cermat, dengan mengacu pada tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Segala sesuatu harus dibuat sepraktis mungkin agar mudah dipahami dan diterima oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

Pada intinya betapa penting suatu lembaga pendidikan untuk mengenali dan memebatasi khalayaknya. Sebesar apapun organisasi ia tidak mungkin menjangkau semua orang. Harus menentukan sebagian diantaranya yang paling sesuai dan yang paling dibutuhkan. Dengan jumlah khalayak yang lebih terbatas suatu lembaga pendidikan akan lebih efisien menggarapnya.

B. Tahapan Organisasi Humas Pendidikan
Pada dasarnya ada dua struktur utama organisasi humas secara umum, yakni departemen humas internal yang menjadi salah satu bagian lembaga, serta biro konsultan humas yang berdiri sendiri sebagai perusahaan jasa yang memang secara eksklusif di bidang kehumasan.3
1. Deparatemen humas internal
Besar kecilnya departemen humas internal dari suatu organisasi atau lembaga pendidikan bergantung pada tiga hal utama, yaitu:
a.ukuran/skala organisasi atau lembaga pendidikan itu sendiri
b.nilai atau arti pentig fungsi-fungsi humas di mata pihak menejemen atau pengelola(pemimpin) organisasi / lembaga yang bersangkutan,
c.karakterustik khas kehumasaan yang memang berbeda-beda bagi masing-masing organisasi.
Setiap organisasi pasti memiliki kebutuhan terrtsendiri yang tidak bisa di seragamkan dengan kebutuhan dari organisasi-organsiasi lainya. Sebuah perusahaan pembuat produk konsumen yang berjumlah massal, misalnya, pasti lebih banyak mengerahkan dana untuk keperluan perikalanan dan tidak terlalu mementingakan humas. Sedangkan sebuah perusahaan industri atau yang bersifat tehnis akan sebaliknya, yakni lebih mementingkan kegiatan-kegiatan humas demi membidik pasar daripada perikalanan semata-mata.
Dari uraian di atas sudah jelas bahwa kedua peruasahaan diatas memiliki kebutuhan yag berbeda. Hal yang terpenting untuk di ingat di sini adalah terlepas dari besar kecilnya kebutuhan. Setiap lembaga harus memperhatikan dan memanfaatkan fungsi-fungsi humas mengingat tidak ada organisasipun yang tidak membutuhkan komunikasi yang lebih baik dengan khalayaknya. Hal ini harus di sadari sepenuhnya oleh para pucuk pimpinan dari setiap organisasi atau perusahaan yang mendabakan keberhasilan. Begiu juga dengan sebuah lembaga pendidikan maka tidak akan jauh berbeda.
Kegiatan-kegiatan departemen humas internal:
a.Menyusun serta mendistribusikan sajian berita (news release), foto-foto, dan berbagai artikel untuk konsumsi media massa.
b.Mengorganisir konfrensi pers termasuk acara resepsi dan kunjungan kalangan media massa ke organisasi atau lembaganya.
c.Menjalankan fungsi sebagai penyedia informasi bagi pihak media massa
d.Mengatur acara wawancara dengan kalangan pers.
e.Mengedit atau memproduksi majalah-majalah atau surat kabar internal.
f.Mengedit serta memproduksi jurnal-jurnal eksternal untuk konsumsi pihak luar.
g.Mengelola berbagai hal yang berkaitan dengan sponsor kehumasan.
h.Menjalin hubungan dekat dengan politisi dan birokrat.
i.Mengatur acara-acara resmi dll.

2. Biro Konsultan Humas (humas eksternal)
Praktek konsultasi humas adalah penyelenggaraan jasa-jasa teknis dan kreatif tertentu oleh sesorang atau sekelompok orang yang memiliki kualifikasi berdasarkan pengalaman dan latihan yang telah mereka dapatkan sebelumnya, serta didalam menjalankan fungsi-fungsi itu mereka memiliki suatu identitas perusahaan yang sah menurut hokum. Keseluruhan atau pokok penghasilan yang diterima oleh perusahaan humas tersebut adalah upah atau pembayaran atas jasa pelayanan yang diberikan oleh pelanggan atau klien berdasarkan kontrak konsultasi.
Konsultan humas (biro-biro humas eksternal) cenderung tampak sebagai profesi atau karir kehumasan yang glamour. Padahal kenyataanya tidak demikian. Para pendatang baru dalam profesi tersebut sering kalai tidak menyadari bahwa keberadaan dan porsi kegiatan konsultasi humas dalam keseluruhan kegiatan dunia kehumasan itu relative terbatas.
Kelebihan dan kekurangan biro humas, kelebihanya antara lain adalah:
a.Dengan kedudukanya sebagai penasihat independent biro humas lebih mampu dan leluasa melontarkan kritik-kritk tajam.
b.Biro humas memiliki pengalaman mengahadapi berbagai macam kliensehingga ketrampilan tehnisnya benar-benar terasah dan bervariasi.
c.Biro humas lebih akrab dengan kalangan media massa dari pada unit humas atau menejer humas internal.
d.Biro humas memiliki lebih banyak memiliki fasilitas dan akses ke para spesialis yang mampu menyajikanhasil-hasil kerja terbaik. Mereka punya hubungan lebih dekat dengan para fotografer professional, percetakan kelas satu, editor jempolan, unit-unit riset dan sebagainya.
e.Umumnya biro humas memilki staf spesialis yang benar-benar ahli serta memilki kedudukan di pusat kota yang dekat dengan kalangan media.
Meskipun punya banyak keunggulan, konsultasi humas juga diliputi oleh berbagai kekurangan, antara lain adalah sebagai berikut.
a.biro humas tidak banyak mengetahui seluk beluk kondisi internal dari suatu perusahaan atau organisasi yang menjadi klienya.
b.Ada kemungkinan dia hanya akan bekerja dengan sedikit atau bahkan satu orang saja dai organisasi klien sehingga ia tidak akan mungkin memiliki jalur-jalr komunikasi internal sebaik yang dimilki oleh menejer humas dari organisasi itu sendiri.
c.Oprasinya semata-mata akan terbatas pada jumlah uang pembayaranyang diterimanya sehingga perhatianya tak seluar dan sedalam perhatian petugas humas internal.
d.Loyalitas pasti akan terbagi kepada banyak klien.
e.Tidak banyak mengetahui kegiatan kien dibidang yang digelutinya, entah itu dibidang tehnis, perdagangan umum industri atau di budang husus. Dan mengingat terbatasnya kegiatan(sesuai dengan pembayaranya) ia takkan punya cukup waktu untuk mempelajari semua itu secara mendalam.
Inti pemikiran diungkapnya segala kelebihan dan kekurangan konsultasi humas adalah apa yang akan diterima oleh klien dari konsultan humas, nilainya hanya sebatas jumlah uang yang ia bayarkan kepada konsultan tersebut. Jika ongkosnya murah, hendaknya ia tidak berharap memproleh pelayanan yang terbaik. Tapi jika ia sudah membayar banyak, iapun berhak menuntut lebih. humas lebih akrab dengan kalangan media massa dari pada unit humas atau menejer humas internal.
enar terasah dan bervariasi.
a

C. Tahap Penggiatan Humas Pendidikan
Tahapan penggiatan adalah tahapan pelaksanaan secara aktif rencana yang telah disusun berdasarkan data yang factual yang telah dikerjakan pada tahp-tahap sebelumnya.4
Dalam tahapan penggiatan ini ada yang dapat dilakukan dengan santai, tidak keburu-buru, ada yang harus segera, tergantung pada krusial atau tidaknya suatu masalah yang dihadapi. Selain itu pada tahapan ini, komunikasi akan banyak dilakukan, oleh karena itu tahapan ini bisa juga disebut tahapan communicating atau komunikasi, sebab tahapan tersebut akan berhubungan dengan banyak orang, baik yang termasuk public internal maupun public eksternal yang harus dihubungi dengan berbagai tujuan. Dan oleh sebab itu pula teknik-teknik komunikasi harus dikuasai oleh para fraktisi humas.
Adapun yang terpenting dalam tahapan ini adalah mapannya mekanisme kerja sehingga koordinasi dan sinkronisasi benar-benar dapat direalisasikan secara integrative. Integrasi, koordinasi dan sinkronisasi tidak hanya berlangsung diantara unsure-unsur pada bagian humas, tetapi juga antara bagian-bagian lain dalam organisasi sehingga kegiatan humas nayat-nyata merupakan factor pendukung yang menentukan dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Focus kegitan humas adalah factor manusia. Merekalah yang harus dibina sehingga dapat bekerja dalam kebersamaan yang harmonis. Dalam pengelolaan manusia untuk menjadi pelaksana yang andal, penguasaan kahumas mengenai tekhnik-teknik komunikasi menjadi sangat penting



D. Tahapan Evaluasi humas Pendidikan
Evaluasi adalah tahap terahir dari proses humas yang sering diabaikan oleh humas, padahal tahap ini penting sekali dalam rangka membina kegiatan humas secara dinamis spiralistis.
Evaluasi berfungsi mengkaji pelaksanaan suatu rencana yang terdiri atas program-program dalam penyusunanya ditunjang hasil penelitian yang dilakukan secra seksama. Pada tahap evaluasi di telaah, apakah rencana yang di tunjang oleh hasil peneliyian itu di laksanakan sebagaimana mestinya, dengan lain perkataan apakah pelaksanaanya sesuai dengan rencana. Pada tahap evaluasi, dilakukan telaah terhadap factor-faktor penghambat apabila ternyata pelaksanaanya menjumpai kesulitan yang mneyebabkan tujuan yang di tetapkan pada perencanaan tidak tercapai.5
Evaluasi ini dimaksudkan agar dikemudian hari, jika suatu kegiatan yang sama dilakukan, tidak menjumpai lagi hambatan yang sama. Berdasarkan hasil penilaian tersebut kahumas harus mengambil kebijaksanaan tertentu, yang pada giliranyamelakukan penilitian, untuk kemudian mengadakan perencanaan guna selanjutnya menggiatkan pelaksanaan. Dengan demikian, proses humas tidak berlangsung secara “ linier” melainkan circual atau “melingkar” dari penilaian di alirkan umpan balik(feed back) kepenelitian, yaiu pencarian fakta. Jelasnya jika sudah di lakukan kegiatan melalui tahap-tahap penelitian, perencanaan, pelaksanaan dan penilaian hasil penelitian di teliti lagi, direncana lagi, dilkasanakan lagi dan dinilai kembali.dengan demikian, setiap gagasan dapat dilkasanakan secara efektif dan efesien.
Cunningham dalam karyanya, “ Measuring and evaluating publick relation actifitas”, menyajikan daftar pertanyaan dalam rangkamengevaluai suatu program kegiatan sebagi berikut:
a.Apakah program di rancang secara seksama?
b.Apakah para petugas yang dilibatkan mengrti tugas yang harus dikerjakan?
c.Apakah bagain-bagian dengan para pelaksananya yang berkaitan deagan program menunjukan kerjasama?
d.Bagaiman caranya sehingga anda dapat menimbulkan hasil yang lebih efektif?
e.Apakah anda mencapai khalayak yang dijadikan sasaran?
f.Apakah anda memperoleh publitas yang diinginkansebelum, selam dan penyelesaian program?
g.Dapatkah anda memperoleh persedian yang lebih baik bagi situasi tak terduga?
h.Apakah program anda sesuai dengan biaya?jika tidak mengapa?
i.Langkah-langkah apa yangdiambil untuk mengembnagkan program yang sama berikutnya berdasarkan tolok ukur itu.
Dari Cunningham diatas tampak bahwa evaluasi trhadap suatu kebijaksanaan merupakan tahap manta rantaibagi terjadinya suatuproses siklusif atau melingkar secara sinambung.
Dengan demikian , sutau kegiatan yang sama akan berlangsung secara dinamis spiralistis menuju suatu pencapaian tujuan yang efektif dan evesien, sebab pada tahap evaluasi setiap kendali akan dapat diketahui untuk kemudian di hilangkan.
Selama masa perencanaan, para karyawan dengan menejer bersama-sama mendiskusukan tujuan para karyawan dengan manajer bersama-sama mendiskusikan tujuan para karyawan dalam suatu kurun waktu tertentu. Hal-hal yang tidak disepakati dihlangkan, sedangkan tujuan yang mapan sebagi hasil kesepakatan , ditetapkan untuk di capai sesuai rencana. Sekali tujuan telah ditetapkan , maka karyawan dibebani tugas untuk mencapainya. Dalam batas-batas tertentu mereka dapat kebebsan untuk melakukan sesuatu yang diperlkan dalam rangka mencapai tujuan itu dilakukan. Para karyawan dapat melakukan pengecekan bersama-sama dengan simenejer. Staf pengecekan bergantung pada sifat pekerjaan yang dilaksanakan.
Kadar kebebasan dan pengawasan tidak sama jika diadakan perbandingan anatra suatui oraganisasi kerja dengan yang lainya. Pada sutu jenis pekerjaan , misalnya yang bersistem perakiatn, kebebasan karyawan dalam menetapkan tujuan sangat sedikit karena pekerjaan yang digarap bersifat tersetruktur secara tegar (rigid). Sebaliknya, dalam suatu jenis pekerjaan, misalnya yang digarap oleh seoarang insinyu atau seorang peneliti, kebebasan dalam menetapkan tujuan lebih banyak karena ia harus sering memantau.






















Simpulan


Perencanaan humas pendidikan adalah bagaimana humas pendidikan baik itu yang berjangka panjang maupun berjangka pendek, direncanakan dengan cermat dan hati-hati, sedemikian rupa, sehingga akan diperoleh tujuan dan hasil sesuai dengan apa yang dicita- citakan Pada dasarnya ada dua struktur utama organisasi humas secara umum, yakni departemen humas internal yang menjadi salah satu bagian lembaga, serta biro konsultan humas yang berdiri sendiri sebagai perusahaan jasa yang memang secara eksklusif di bidang kehumasan.
Tahapan penggiatan adalah tahapan pelaksanaan secara aktif rencana yang telah disusun berdasarkan data yang factual yang telah dikerjakan pada tahp-tahap sebelumnya.
Evaluasi adalah tahap terahir dari proses humas yang sering diabaikan oleh humas, padahal tahap ini penting sekali dalam rangka membina kegiatan humas secara dinamis spiralistis.















Daftar Pustaka



Anggoro, M. Linggar. 2005.Teori & Profesi Kehumasan serta Aplikasinya di Indonesia, Bumi Aksara: Jakarta
Efendi, Onong U. 1999. Hubungan Masyarakat. Remaja Rosdakarya: Bandung

Moore, Frazier. 1988. Hubungan Masyarakat Prinsip, Kasus, dan Masalah Satu. Remadja Karya: Bandung

Ruslan, Rusadi. Etika Kehumasan Konsepsi & Aplikasi. Raja Grafindo Persada: Jakarta

Suryadi. 2007. Strategi Mengelola Public Relations Organisasi. EDSA Mahkota:Jakarta

read more

Rabu, 11 November 2009

Buku Induk LPI Hidayatullah

0 komentar Rabu, 11 November 2009 |
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Sesungguhnya dewasa ini di tengah-tengah masyarakat sedang berlangsung berbagai krisis multidimensional dalam segala aspek kehidupan. Kemiskinan, kebodohan, kedzaliman, penindasan, ketidakadilan di segala bidang, kemerosotan moral, peningkatan tindak kriminal dan berbagai bentuk, penyakit sosial dll, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.
Akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan, puluhan juta orang terpaksa hidup dalam kemiskinan dan belasan juta orang kehilangan pekerjaan. Sementara jutaan anak harus putus sekolah. Hidup semakin tidak mudah dijalani, sekalipun untuk sekadar mencari sesuap nasi. Beban kehidupan bertambah berat seiring dengan kenaikan harga-harga akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan. Bagi mereka yang lemah iman, berbagai kesulitan yang dihadapi itu dengan mudah mendorongnya untuk melakukan tindak kejahatan. Berbagai bentuk kriminalitas mulai dari korupsi, narkoba, pembunuhan, tindak asusila, budaya permisif, pornografi dan pornoaksi dll terasa semakin meningkat. Di sisi lain, sekalipun pemerintahan baru telah terbentuk, namun kestabilan politik yang diharapkan belum juga kunjung terujud. Mengapa semua ini terjadi?


Dalam keyakinan Islam, berbagai krisis tadi merupakan fasad (kerusakan) yang ditimbulkan oleh karena tindakan manusia sendiri. Ditegaskan oleh Allah dalam al-Qur’an surah ar-Rum ayat 41:
Tulisan arabnya………………………………
“Telah nyata kerusakan di daratan dan di lautan
oleh karena tangan-tangan manusia”.
(QS. Ar Rum: 41)
Muhammad Ali Ash-Shabuni dalam kitab Shafwatu al-Tafasir menyatakan bahwa yang dimaksud dengan bimaa kasabat aydinnas dalam ayat itu adalah “oleh karena kemaksiyatan-kemaksiyatan dan dosa-dosa yang dilakukan manusia (bi sababi ma’ashi al-naas wa dzunu bihim)”. Maksiyat adalah setiap bentuk pelanggaran terhadap hukum Allah, yakni melakukan yang dilarang dan meninggalkan yang diwajibkan. Dan setiap bentuk kemaksiyatan pasti menimbulkan dosa.
Selama ini, terbukti di tengah-tengah masyarakat, termasuk dalam penataan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, banyak sekali kemaksiyatan dilakukan. Dalam sistem sekuler, aturan-aturan Islam memang tidak digunakan. Islam, sebagaimana agama dalam pengertian Barat, hanya ditempatkan dalam urusan individu dengan Tuhannya saja. Sementara dalam urusan sosial kemasyarakatan, agama (Islam) ditinggalkan.
Maka, di tengah-tengah sistem sekuleristik tadi lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai agama (Islam). Akan terbentuk tatanan ekonomi yang kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik, sikap beragama yang sinkretistik serta paradigma pendidikan yang materialistik.
Dalam tatanan ekonomi kapitalistik, kegiatan ekonomi digerakkan sekadar demi meraih perolehan materi tanpa memandang apakah kegiatan itu sesuai dengan aturan agama (Islam) atau tidak. Aturan Islam yang sempurna dirasakan justru menghambat. Sementara dalam tatanan politik yang oportunistik, kegiatan politik tidak didedikasikan untuk tegaknya nilai-nilai melainkan sekadar demi jabatan dan kepentingan sempit lainnya.
Dalam tatanan budaya yang hedonistik, budaya telah berkembang sebagai bentuk ekspresi pemuas nafsu jasmani. Dalam hal ini, Barat telah menjadi kiblat “para pengikutnya” ke arah mana “kemajuan budaya” harus diraih. Kesanalah, dalam musik, mode, makanan, film, bahkan gaya hidup ala Barat orang mengacu. Buah lainnya dari kehidupan yang materialistik-sekuleristik adalah makin menggejalanya kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik. Tatanan bermasyarakat yang ada telah memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada pemenuhan hak dan kepentingan setiap individu. Koreksi sosial hampir-hampir tidak lagi dilihat sebagai tanggung jawab bersama seluruh komponen masyarakat.
Sikap beragama sinkretistik intinya adalah menyamadudukkan semua agama. Semua agama adalah sama-sama benar. Tidak ada yang paling benar. Paham ini bertumpu pada tiga doktrin: (1) Bahwa, menurut mereka, kebenaran agama itu bersifat subyektif sesuai dengan sudut pandang setiap pemeluknya; (2) Maka, sebagai konsekuensi dari doktrin pertama, kedudukan semua agama adalah sama sehingga tidak boleh saling mendominasi; (3) oleh karena itu, dalam masyarakat yang terdiri dari banyak agama, diperlukan aturan hidup bermasyarakat yang mampu mengadaptasi semua paham dan agama yang berkembang di dalam masyarakat. Sikap beragama seperti ini menyebabkan sebagian umat Islam telah memandang rendah, bahkan tidak suka, menjauhi dan memusuhi aturan agamanya sendiri. Sebagian umat telah lupa bahwa seorang Muslim harus meyakini hanya Islam saja yang diridhai Allah SWT.
Sementara itu, sistem pendidikan yang materialistik terbukti telah gagal melahirkan manusia shaleh yang sekaligus menguasai iptek. Secara formal kelembagaan, sekulerisasi pendidikan ini telah dimulai sejak adanya dua kurikulum pendidikan keluaran dua departamen yang berbeda, yakni Depag dan Depdikbud. Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) adalah suatu hal yang berada di wilayah bebas nilai, sehingga sama sekali tak tersentuh oleh standar nilai agama. Kalaupun ada hanyalah etik (ethic) yang tidak bersandar pada nilai agama. Sementara, pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius.
Jauh sebelumnya, bahkan Hilliard (1966) -- penulis masalah kekristenan dalam pendidikan (Christianity in Education) – seperti yang dikutip oleh Husain dan Asharaf (1994) dalam buku Menyongsong Keruntuhan Pendidikan Islam, secara transparan telah menjelaskan bahwa sekulerisasi pendidikan memang telah meruncing dan akhirnya benar-benar terbentuk di barat pada abad ke-15 dan 16, yakni ketika terjadi pemisahan cabang-cabang ilmu sekuler dengan cabang-cabang ilmu yang bersumber dari agama. Cabang-cabang ilmu sekuler dinyatakan terputus kaitannya dengan persoalan ilahiyah dan sumber dari cabang-cabang sekuler dinyatakan sebagai akal manusia semata yang tidak perlu dihubungkan dengan agama. Sekulerisasi ini terus berproses dan akhirnya mendorong munculnya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang dikategorisasikan pada tahun 1957 oleh para rektor universitas-unversitas Amerika sebagai “Ilmu-ilmu Sastra, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Alam”. Penggolongan ini yang kemudian menjadi populer tidak hanya di Amerika dan Eropa tetapi juga di dunia Muslim. Bahkan, dalam perencanaan kurikulum untuk unviersitas-universitas Amerika, ilmu bernuansa agama tidak dimasukan ke dalam pengajaran wajib. Para siswa hanya diharapkan mempunyai pengetahuan dasar mengenai ketiga cabang tersebut.
Pendidikan yang materialistik memberikan kepada siswa suatu basis pemikiran yang serba terukur secara material serta memungkiri hal-hal yang bersifat non materi. Bahwa hasil pendidikan haruslah dapat mengembalikan investasi yang telah ditanam oleh orang tua siswa. Pengembalian itu dapat berupa gelar kesarjanaan, jabatan, kekayaan atau apapun yang setara dengan nilai materi yang telah dikeluarkan. Agama ditempatkan pada posisi yang sangat individual. Nilai transendental dirasa tidak patut atau tidak perlu dijadikan sebagai standar penilaian sikap dan perbuatan. Tempatnya telah digantikan oleh etik yang pada faktanya bernilai materi juga.
Pengamatan secara mendalam atas semua hal di atas, membawa kita pada satu kesimpulan yang sangat mengkhawatirkan: bahwa semua itu telah menjauhkan manusia dari hakikat kehidupannya sendiri. Manusia telah dipalingkan dari hakikat visi dan misi penciptaannya.
Fakta krisis kehidupan, akar permasalahan yang sesungguhnya, berikut solusi ideal yang bersifat fundamental secara skematis dapat dilihat pada Gambar 1. Bagan Skematis Akar dan Solusi Problematika Kehidupan.

AKAR PERMASALAHAN
Akar permasalahan mendasar dari berbagai krisis yang tengah kita hadapi adalah tegaknya sistem kehidupan sekuler. Tatanan ekonomi yang kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik, sikap beragama yang sinkretistik dan paradigma pendidikan yang materialistik serta sisi kehidupan sekuler lainnya sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya sebenarnya hanyalah buah atau merupakan problema-problema cabang yang muncul dari diterapkannya sistem kehidupan sekuleristik tadi.
Sekulerisme oleh Muhammad Qutb (1986) dalam bukunya Ancaman Sekulerisme, diartikan sebagai iqomatu al hayati ‘ala ghayri asasin mina al-dini, yakni membangun struktur kehidupan di atas landasan selain agama (Islam). Pemikiran sekulerisme itu sendiri berasal dari sejarah gelap Eropa Barat di abad pertengahan. Saat itu, kekuasaan para agamawan (rijaluddin) yang berpusat di gereja demikian mendominasi hampir semua lapangan kehidupan, termasuk di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Para ilmuwan dan negarawan melihat kondisi ini sebagai suatu hal yang sangat menghambat kemajuan, sebab temuan-temuan ilmiah yang rasional sekalipun tidak jarang bertabrakan dengan ajaran geraja yang dogmatis. Galileo Galilei dan Copernicus yang menolak mengubah pendapatnya bahwa mataharilah yang menjadi sentra perputaran planet-planet (heliosentris) dan bukan bumi (geosentris) sebagaimana yang didoktrinkan geraja selama ini, akhirnya dihukum mati. Maka sampailah para ilmuwan dan negarawan itu pada satu kesimpulan bahwa bila ingin maju, masyarakat harus meninggalkan agama; atau membiarkan agama tetap di wilayah ritual peribadatan sementara wilayah duniawi (politik, pemerintahan, iptek, ekonomi, tata sosial, pendidikan dan lainnya) harus steril dari agama. Inilah awal munculnya pemahaman sekulerisme.
Faktual

Akar
Masalah
Solusi Funda-mental

KRISIS KEHIDUPAN MULTIDIMENSIONAL
(kemiskinan, kebodohan, kedzaliman, kemerosotan moral, ketidakadilan, dll.)
SISTEM KEHIDUPAN JAHILIYAH
Dengan idiologi “Sekulerisme”
Ekonomi
Kapitalistik
Politik
Oportunistik
Pendidikan
Materialistik
Tata Sosial
Individualistik
Budaya
Hedonistik
sekolah
TEGAKNYA PERADABAN ISLAM
Tatanan kehidupan
berdasarkan Qur’an & Sunnah
Ekonomi

Politik

Pendidikan
Tata Sosial

Budaya

Keluarga
Masyarakat




























Gambar 1. Bagan Skematis Akar dan Solusi Problematika Kehidupan
Tetapi, satu hal yang harus diperhatikan benar adalah bahwa gugatan yang menyangkut eksistensi atau peran agama di tengah masyarakat ini sebenarnya terjadi khas pada agama Kristen saja yang ketika itu memang sudah tidak lagi up to date. Karenanya, menjadi suatu kejanggalan besar bila gugatan tadi lantas dialamatkan pula pada Islam, agama yang sempurna lagi paripurna dan diridloi Allah SWT bagi seluruh umat manusia.
Islam jelas tidak mengenal pemisahan antara urusan ritual/agama dengan urusan duniawi. Shalat adalah ibadah yang merupakan bagian dari syariat dimana seluruh umat Islam harus terikat sebagaimana keterikatan kaum muslimin pada syariat di bidang yang lain, seperti ekonomi, sosial dan politik. Seluruh gerak laku seorang muslim adalah ibadah, karena Islam adalah sebuah totalitas. Merupakan tindak kekufuran bagi seorang muslim bila beriman kepada ajaran Islam hanya sebagian dan menolak sebagian yang lain. Oleh karena itu, benar-benar sangat aneh jika umat Islam ikut-ikutan menjadi sekuler.

SOLUSI FUNDAMENTAL
Mengingat beratnya persoalan atau krisis yang dihadapi, maka semua itu hanya mungkin dihadapi melalui solusi yang paradigmatik dan integral. Solusi ini diambil karena semua problema yang ada sesungguhnya berpangkal pada sistem yang lahir dari pandangan hidup yang salah, yaitu sekulerisme. Sekulerisme memang nyata-nyata bertentangan dengan Islam, mengingkari fitrah tauhid manusia dan bertentangan dengan akal sehat. Berbagai problema tersebut di atas, menghendaki solusi yang integral oleh karena kerusakan yang terjadi telah menyentuh semua sendi kehidupan manusia. Penyelesaian secara parsial tidak akan menyelesaikan secara tuntas berbagai krisis itu. Bahkan sebaliknya bisa memicu problema baru yang mungkin tidak kalah gawatnya. Solusi paradigmatik dan integral yang dimaksud tidak lain adalah dengan cara menegakkan kembali seluruh tatanan kehidupan masyarakat, termasuk di bidang pendidikan, berlandaskan pada aturan Qur’an dan sunnah Rasul.

PENDIDIKAN
Pendidikan yang materialistik -- sebagaimana dapat dicermati pada Gambar 2. Bagan Skematis Akar Masalah Pendidikan dan Solusi Paradigmatiknya – adalah buah dari cara pandang terhadap sistem kehidupan secara tidak utuh dan sekuleristik, yaitu cara pandang antroposentris-sekularistik. Cara pandang tersebut terbukti telah gagal menghantarkan manusia menjadi sosok pribadi yang utuh, yang sesuai dengan visi, misi dan orientasi penciptaanya, yakni sebagai ‘abdullah dan khalifatullah.
Gagal membentuk manusia sesuai
visi & misi penciptaannya sebagai hamba sekaligus khalifah Allah SWT
PENDIDIKAN ISLAM ISLAM
KESALAHAN



Faktual
Solusi

Akar
Masalah

Kelemahan Paradigma
ASAS
Antrophosentris
Sekuleristik
TUJUAN/ ARAH
Hedonis, materialistik, individualistic
Jahiliyyah
ASAS

TUJUAN/ARAH
Tauhid
Aqidah Salimah

Integralistik antara ranah :
Ø Ruhiyqh - spiritual&emosional
Ø Aqliyah - intelektual
Ø Jismiyah - Keterampilan
KONTINYUITAS TK - PT
Lingkungan/Institusi
Sekolah
Keluarga

Masyarakat






























Gambar 2. Bagan Skematis Akar Masalah Pendidikan dan Solusi
Dengan demikian 2 permasalah yang arus dibenahi. Pertama, merevisi paradigma pendidikan yang keliru, sampai kepada tataran implementasi operasional di lapangan. Kedua, mengoptimalisasikan peran/fugsi institusi/lingkungan pendidikan terhadap pertumbuhan anak didik serta mengoptimalkan sinergi dari masing-masing institusi/lingkungan pendidikan tersebut. Karena masing-masing institusi/lingkungan pendidikan akan terkait dan berpengaruh satu sama lain secara timbal balik.
Karena itu pula, secara paradigmatik, penyelesaian problem pendidikan secara Islami hanya dapat diujudkan dengan melakukan perbaikan secara menyeluruh melalui perubahan paradigma pendidikan sekuler menjadi paradigma pendidikan Islam, mempertajam arah/tujuan pendidikan Islam Integral mulai sejak TK-PT serta mengoptimalkan peran/fungsi ketiga lingkungan/institusi pendidikan yakni sekolah, keluarga dan masyarakat.

Solusi pada Tataran Paradigmatik.
Dari seluruh permasalahan yang ada dalam pendidikan, yang pertama harus ditata kembali adalah lemahnya pemahaman paradigma pendidikan Islam oleh para pelaku pendidikan yakni guru/dosen, orang tua dan masyarakat. Padahal tataran paradigamatik inilah yang akan memberi visi, misi dan orientasi proses pendidkan yang dilaksanakan. Karena itu kekeliruan paradigmatik pendidikan akibatnya akan sangat fatal. Pengaruh yang ditimbulkan bukan hanya terhadap individu peserta didik, tetapi juga teradap sistem kehidupan yang dibangun oleh peserta didik tersebut.
Secara paradigmatik, pendidikan harus ditata berlandaskan asas tauhid yakni suatu asas yang menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya sumber ilmu. Allah SWT adalah sumber segala sumber. Dialah yang memberi ilmu, menetapkan metode berilmu serta memfokuskan arah tujuan pemanfaatan ilmu tersebut. Pandangan terhadap kehidupan dunia (world view), pemahaman, penghayatan serta implentasi ilmu dalam pola sikap, ucap dan tindakan, harus selalu mentauhidkan dan mengagungkan Allah SWT.
Asas tauhid ini merupakan landasan, jiwa dan ortientasi pendidikan. Karena subyek sekaligus obyeknya pendidikan adalah manusia, maka memaknai hakekat manusia juga harus berdasarkan tauhid, berdasar ilmu/ketetapan Allah SWT sebagai pencipta manusia, bukan atas presepsi manusia. Manusia memiliki status dan fungsi hidup sebagi abdullah dan khalifatullah. Sebagai Abdullah, manusia dituntut mengarahkan totalitas kehidupannya semata-mata untuk beribadah dan mengabdi kepada Allah SWT. Sebagai khalifatullah, manusia dituntun untuk memakmurkan, menegakkan keadilan dan menebarkan rahmat untuk semesta alam. Dalam rangka mengemban amanat tersebut, diperlukan kemampuan berupa tumbuh dan berkembangnya aspek-aspek dan instrumen manusia secara integral dan seimbang, yaitu aspek ruhiyah, aqliyah dan jismiyah. Dengan demikian kemampuan yang dimiliki manusia dengan tumbuh dan berkembangnya intrumen keilmuannya, adalah dalam rangka memerankan secara fungsional dan integratif sebagai Abdullah dan sebagai khalifahtullah.
Sedangkan pada pendidikan sekularistik antroposentis, menunjukkan bahwa selain dari cara pandang kehidupan yang keliru, yaitu berupa cara pandang sekuler, memisahkan dimensi akherat (imtak) dan dunia (iptek) didalamnya , bahkan meniadakan dimensi ketuhanan. Cara pandang tersebut hanya didasari oleh subjektivitas pribadi sebagai manusia yang serba sangat terbatas. Cara pandang inilah yang melahirkan tata sosial yang individualistik, ekonomi kapitalistik, budaya hedonistik, dan pendidikan sekularistik. Aspek spiritualitas tauhidnya hilang, sedangkan aspek ini yang akan melandasi, menjiwai dan menginspirasikan pengembangan aspek-aspek lainnya (Intelektual dan keterampilan) dan sekaligus menjadi landasan kebermaknaan, atau norma-norma kemampuan aspek lainnya.
Pendidikan yang sekuleristik (Gambar 3.a. Bagan Faktual Orientasi Pendidikan. Sekuleristik) aspek ruhiyah atau spiritual yang dipisahkan dengan aspek lainnya diposisikan berbeda dimensi (agama – non agama) dengan proporsi sangat tidak seimbang yang menyebabkan kegagalan pembentukan karakter dan kepribadian siswa.(Gambar 3.b. Bagan Ideal Orientasi Pendidikan. Integral).
Aspek ruhiyah, aqliyah dan jismiyah merupakan satu kesatuan yang utuh dan seimbang. Aspek ruhiyah atau aspek spiritual adalah aspek-aspek yang berhubungan dengan dirosah Islamiyah (study Islam), penanaman aqudatut tauhid, akhlaqulkarimah , kekuatan ibadah dan kepribadian Islam. Aspek aqliyah adalah aspek yang berhubungan dengan daya pikir, atau intelektual, sehingga merupakan dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi yang berubungan dengan rasionalitas-objektif (ilmiyah), seperti ilmu-ilmu yang berkembang saat ini (ilmul yaqien), merupakan dasar pengetahuan empris, yang merupakan pembuktian ilmu-ilmu naqliyah dalam kehidupan (’ainul yaqien), serta berdimensi suprarasional atau metaempiris (haqqul yaqien). Aspek jismiyah adalah aspek-aspek yang behubungan dengan keterampilan fisik, ilmu-ilmu terapan, atau skill dalam bidang tertentu.


Ruhiyah
Spiritual
Jismiyah
Ketrampilan

Aqliyah
Intelektual


INSAN
SEKULER













Gambar 3a. Bagan orientasi pendidikan sekular

Aspek-aspek tersebut satu sama lain tidak berdiri sendiri, tetapi saling berhubungan. Integralitas dan keseimbangan aspek-aspek tersebut akan membentuk kepribadian peserta didik. Kemampuan dan kualitas aspek-aspek tersebut akan menentukan tingkat peran dan fungsionalnya -secara pribadi-, terhadap lingkungan sosial dan alamnya.






Ruhiyah
Spiritual
Jismiyah
Ketrampilan





















-+

Aqliyah
Intelektual


INSAN KAMIL












Gambar 3.b. Bagan Ideal Orientasi Pendidikan. Integral

Solusi pada Tataran Strategi Fungsional, Pendidikan Alternatif.
Secara faktual, pendidikan melibatkan tiga unsur pelaksana: yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat, sesuai dengan proporsi peran dan keterlibatan serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak didik.
. Gambar 4.a. Bagan Faktual 3 Unsur Pelaksana Pendidikan. Sinergi Pengaruh Negatif, menggambarkan kondisi faktual obyektif pendidikan saat ini, dimana ketiga unsur pelaksana tersebut belum berjalan secara sinergis dan masing-masing unsur tersebut belum berfungsi secara benar. Karena di tengah masyarakat terjadi interaksi antar ketiganya, maka kenegatifan masing-masing itu juga memberikan pengaruh kepada unsur pelaksana pendidikan yang lain. Maksudnya, buruknya pendidikan anak di rumah memberi beban berat kepada sekolah dan menambah keruwetan persoalan di tengah masyarakat seperti terjadinya tawuran pelajar, seks bebas, narkoba dan sebagainya. Sementara, situasi masyarakat yang buruk jelas membuat nilai-nilai yang mungkin sudah berhasil ditanamkan di tengah keluarga dan sekolah menjadi tidak efektif lagi. Apalagi bila pendidikan yang diterima di sekolah juga kurang intensif dan optimal, maka lengkaplah kehancuran dari tiga pilar pendidikan tersebut.

I.
Aqliyah
Kognitif

Cerdas
Iman dan Taqwa
Terampil
Tujuan Pendidikan Integral Hidayatullah

Unsur Manusia
Materi

Insan Kamil
Ilmu Tehnik
Ketrampilan
Ilmu diniyah Islamiyah
Ilmu Pendidikan Umum
Kompetensi
Ruhiyah
Afektif

Jismiyah
Psikomotorik




























Gambar 3.c. Bagan Solusi Orientasi Pendidikan. Optimasi dan Integrasi.



Kelemahan strategi fungsional terjadi pada tiga institusi pendidikan, yaitu;
Keluarga
Pendidikan di keluarga merupakan dasar penanaman dan pengembangan kepribadian anak didik. Bahkan keluarga merupakan lahan yang pertama kali harus menanamkan nilai-nilai kehidupan baik itu berupa aspek ruhiyah/spiritual yang membangun kekuatan mental spiritual, aspek ilmiyah/intelektual yang membangun kecerdasan dan aspek jismiyah/fisik yang keterampilan, ketangkasan dan kesehatan peserta didik. Pendidik salam keluarga merupakan tanggung jawab orang tua/wali murid. Misalnya terdiri dari ayah, ibu, saudara, kakek, nenek, dll. Lingkungan keluarga tersebut memiliki peran dan fungsi yang spesifik dan mendasar dalam proses pertumbuhan dan pekembangan anak didik.
Sekolah
Sekolah selain sebagai lingkungan sosial, juga merupakan institusi pendidikan formal. Karena itu peranan sekolah dalam fungsi pendidikan terkait erat dengan standarisasi seluruh komponen yang terlibat dalam proses pendidikan di sekolah.
Adapun komponen-komponen dalam pengelolaan sekolah yang menyangkut proses belajar mengajar dan transformasi nilai terdiri dari :
(a) Lingkungan sosial sekolah. Dalam hal ini biasanya dijabarkan dalam bentuk tata tertib dan budaya sekolah. Para guru dan karyawan merupakan contoh/suri taudan dalam pelaksanaan tata tertib dan budaya sekolah. Oleh itu para guru dan karyawan adalah pihak yang pertama-tama harus memahami dan melaksanakan tata tertib dan budaya sekolah.
(b) Instrumen yang terdiri dari Guru, kurikulum dan pendekatan/startegi/metodologi belajar mengajar beserta sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
(c). Manajemen yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi kinerja sekolah beserta pelaksananya.
Masyarakat.
Masyarakat dalam hal ini adalah masyarakat secara luas. Kualitas pendidikan, sosial, budaya dan ekonomi masyarakat di sekitar sekolah akan mempengaruhi kualitas sekolah/pendidikan.

Kelemahan pada unsur keluarga tampak dari lalainya para orang tua untuk secara sungguh-sungguh menanamkan dasar-dasar nilai islam, yang terdiri atas nilai tauhid, ibadah, syari’ah dan akhlaqul karimah yang memadai kepada anak-anak. Terdapat kekurangan pengetahuan tentang psikologi perkembangan anak yang akan berkait erat dengan proses pendidikan atau perlakuan yang sesuai dengan fase-fase yang sesuai. Terdapat kelemahan pengawasan terhadap pergaulan anak serta minimnya teladan dari orang tua dalam sikap keseharian terhadap anak-anaknya. Semua hal tersebut semakin memperparah terjadinya disfungsi keluarga sebagai salah satu unsur terpenting pelaksanaan pendidikan.
Lemahnya fungsi pendidikan formal di sekolah, tercermin dari kelemahan instrumen pendidikan yakni kurikulum sekuler, guru-guru dan karyawan yang tidak berakhlaq dan berpenampilan islami serta metode pembelajaran yang dilakukan tidak benar/baik/menarik/integral. Juga terdapat kelemahan dalam hal tersedianya sarana dan prasarana yang memadai demi berlangsungnya proses belajar-mengajar yang Islami, menyenangkan dan berkesan.
Lemahnya kurikulum berawal dari asasnya yang sekuler, kemudian mempengaruhi penyusunan struktur kurikulum yang tidak memberikan ruang semestinya kepada proses penguasaan tsaqofah/pengetahuan Islam untuk mbentuk kepribadian Islam peserta didik. Tidak berfungsinya guru dalam proses belajar mengajar tampak dari peran guru yang sekadar berfungsi sebagai pengajar dalam proses transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tidak lagi sebagai pendidik yang berfungsi mentransfer ilmu pengetahuan dan nilai-nilai pembentuk kepribadian (transfer of values). Hal ini karena sikap, nilai-nilai dan kepribadian guru sudah menyimpang dan tidak lagi pantas diteladani.
Lingkungan fisik sekolah yang tidak tertata dan terkondisi secara Islami (karena diabaikannya sarana utama yang tidak diperhatikan yaitu adanya masjid/mushola) telah menumbuhkan budaya yang tidak memacu pada proses pembentukan kepribadian Islam siswa. Akumulasi kelemahan pada unsur sekolah itu menyebabkan tidak optimalnya pencapaian tujuan pendidikan yang kita cita-citakan.
-
Kelemahan yang terjadi pada unsur masyarakat tampak dari berkembangnya sistem nilai sekuler yang tampak dari tata pergaulan sehari-hari yang bebas dan tak peduli pada norma Islam; berita-berita pada media masa yang cenderung mempropagandakan hal-hal negatif seperti pornografi, pornoaksi dan kekerasan. Sangat langka tayangan atau berita yang dapat menjadi teladan positif untuk masyarakat.
RUMAH
(-)




-

SEKOLAH
(-)
MASYARAKAT
(-)


-


Gambar 4.a. Bagan Faktual 3 Unsur Pelaksana Pendidikan.
Sinergi Pengaruh Negatif.

Kelemahan pada unsur keluarga dan masyarakat ini pada akhirnya lebih banyak menginjeksikan beragam pengaruh negatif pada anak didik. Maka yang terjadi kemudian adalah sinergi pengaruh negatif kepada pribadi anak didik.
Sementara -- sesuai dengan arahan Islam -- pendidikan seharusnya dapat mengkondisikan anak didik dalam pengaruh yang positif dari semua unsur pelaksana pendidikan sebagaimana tampak pada Gambar 4.b. Bagan Ideal 3 Unsur Pelaksana Pendidikan. Sinergi Pengaruh Positif agar arah dan tujuan pendidikan tercapai.

Kondisi tidak ideal seperti diuraikan di atas harus diatasi. Gambar 4.c. Bagan Solusi, Pendidikan Integral. Alternatif Idealis, memberikan skema solusi optimal yang berangkat dari kondisi obyektif saat ini. Solusi strategi fungsional sebenarnya sama dengan menggagas suatu pola pendidikan alternatif yang bersendikan pada dua cara yang lebih bersifat strategis dan fungsional, yakni:



RUMAH
(+)
MASYARAKAT
(+)
SEKOLAH
(+)
+
+
+
+
+
+














Gambar 4.b. Bagan Ideal 3 Unsur Pelaksana Pendidikan.
Sinergi Pengaruh Positif.

Pertama, Kembali kepada paradigma pendidikan islam, yang kemudian diejawantahkan ke dalam institusi-institusi pendidikan (keluarga, sekolah, masyarakat), serta dalam komponen-komponen pengelolaan sebuah institusi pendidikan, Seperti pada komponen-komponen institusi sekolah, yaitu dengan cara seluruh komponen pendidikan dan membangun lembaga pendidikan unggulan dengan semua komponen berbasis paradigma Islam, yaitu: (1) instrumennya, (2) lingkungan sosial sekolahnya, (3) manajerialnya.
Kedua, memciptakan miniatur masyarakat islam sebagai “homebase”, yang didalamnya ada institusi-institusi pendidikan berupa sekolah, masyarakat binaan dan keluarga anak didik dalam manipulasi berupa kepengasuhan dan masjid. Struktur sosial yang ada terdiri kepemimpinan formal yang difigurkan leh pengelola sekolah, kepemimpian non formal berupa kepengasuhan dan kepemimpinan informal dipegang oleh Kiyai (Al Ustadz). Peran dan fungsi kiyai tersebut dalam yang memberikan spirit optimalisasi peranan pendidikan secara keseluruhan. “Homebase” ini diharapkan mampu menumbuhkembangkan secara optimal aspek aspek instrumentasi manusia berupa ruhiyah, aqliyahl dan jismiah.




SEKOLAH




MASJID
ASRAMA/
KELUARGA




Masyarakat Binaan/Warga Pesantren



Kampus Pendidikan
Intergral






Gambar 4c. Bagan Solusi, Pendidikan Integral


read more

STRATEGI KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN MELALUI OPTIMALISASI FUNGSI LINGKUNGAN PENDIDIKAN (LINGKUNGAN SEKOLAH DAN KELUARGA)

0 komentar
A. Latar belakang
Penyelenggaraan pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah, karena itu pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Pendidikan terdiri atas tiga bagian. yaitu, pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai dari pendidikan adalah pembentukan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.1
Idealnya, pembentukan aspek kognitif menjadi tugas dan tanggung jawab para pendidik di sekolah, pembentukan aspek afektif menjadi tugas dan tanggung jawab orang tua dan pembentukan aspek psikomotorik menjadi tugas dan tanggung jawab masyarakat.

Dengan adanya pembagian tugas seperti ini, masalah pendidikan sebenarnya menjadi tanggung jawab semua pihak: orang tua, pendidik dan masyarakat. Pendidikan moral seperti agama, budi pekerti, dan etika menjadi tugas dan tanggung jawab orang tua. Pendidikan keterampilan menjadi tugas dan tanggung jawab masyarakat. Sedangkan pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi tugas dan tanggung jawab para pendidik di sekolah.
Permasalah yang muncul adalah tidak setiap keluarga mampu memberikan pendidikan yang dimaksud dalam keluarga, maka dari itu sekolah merasa perlu untuk memberikan tanggungjawabnya untuk mengembangkan seluruh potensi siswa baik aspek kognetif, afektif maupun psikomotorik secara terpadu, sehingga ada beberapa sekolah memadukan semua potensi yang dapat bermanfaat bagi siswa1.
Pada umumnya sekolah sebagai lembaga pendidikan dan merupakan pusat kegiatan belajar mengajar dijadikan tumpuan dan harapan orang tua, keluarga, masyarakat, bahkan pemerintah2. Karena itu, sekolah senantiasa memberikan pelayanan pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang bersifat ilmu pengetahuan dan teknologi, keterampilan, dan pembentukan sikap mental yang baik bagi peserta didiknya.
Melihat dari kenyataan, bahwa lembaga pendidikan bukan hanya sebagai pusat kegiatan belajar mengajar, akan tetapi, dijadikan tumpuan dan harapan orang tua, keluarga masyarakat, bahkan pemerintah, dalam pengembangan potensi skill, keterampilan serta pembentukan sikap, mental serta spiritual yang baik. Maka perlu adanya strategi yang dilakukan pihak institusi dalam hal ini kepala sekolah sebagai pengambil kebijakan, untuk memenuhi harapan stake holder tersebut. Sebagai bentuk peningkatan mutu pendidikan bagi institusi sekolah yang dipimpinnya.
Berangkat dari latar belakang tersebut, maka penulis akan meneliti bagaimana strategi kepala sekolah dalam menanggapi harapan dan tumpuan keluarga, masyarakat dalam hal pembentukan peserta didik menjadi insan kamil yang keberadaannya sangat diharapkan oleh masyarakat, penulis merasa perlu mengajukan sebuah Karya Ilmiah dengan judul :” Strategi Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan, Melalui Optimalisasi Lingkungan Pendidikan (Lngkungan Sekolah dan Keluarga) Di SD Integral Luqman Al Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya” , Sebagai bentuk kepedulian dan sumbangsih pemikiran yang akan menjadi bagian dari solusi problema yang telah kami paparkan diatas.

B. Definisi Operasional
Untuk menciptakan kesatuan persepsi antara penulis dan pembaca, juga untuk mempermudah pemahaman terhadap proposal ini, maka kami dalam hal ini perlu menjelaskan atau memberikan penegasan terhadap judul yang diajukan. Diantara yang akan diberi penegasan adalah:
1.Strategi Kepala Sekolah
Strategi berarti ilmu siasat perang atau muslihat untuk mencapai sesuatu.3 Acdon mendefinisikan, strategi sebagai kerangka yang membimbing dan mengendalikan pilihan-pilihan yang menetapkan sifat dan arah suatu organisasi, perusahaan ataupun institusi pendidikan.4
Kepala Sekolah, adalah bagian yang sangat berpengaruh dan punya peran untuk mengatur aktifitas sekolah, membina personil sekolah dan mengembangkan sekolah.5
Dari definisi-definisi parsial diatas maka penulis dapat mengambil kesimpulan, bahwa Strategi kepala sekolah adalah kerangka bimbingan serta arahan untuk mengatur dan membina segala bentuk aktivitas sekolah yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki pengaruh di dalam sebuah institusi pendidikan.
2.Meningkatkan mutu pendidikan
Dalam kamus Ilmiah popular mutu didefinisikan sebagai kualitas, nilai sesuatu ataupun derajat.6 sedangkan menurut Nur Kholis mutu sebagai. Pertama mutu meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Kedua, mencakup produk, jasa, manusia proses dan lingkungan. Ketiga merupakan kondisi yang selau berubah7 . berdasarkan dari beberapa elemen frasa kata tersebut maka mutu dapat didefinisikan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau bahkan melebihi harapan yang akan dicapai sebuah lembaga pendidikan.
Pendidikan adalah proses pelatihan dan pengembangan pengetahuan, keterampilan, pikiran, dan karakter melalui persekolahan formal (Webster’s New World Dictionery (1962)).8 dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (No.20 tahun 2003) istilah pendidikan didefinisikan dengan, usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagaman, penegendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya dan keluarganya.9
Dengan demikian dapat diambil satu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan meningkatkan mutu pendidikan dalam penelitian ini adalah usaha yang dilakukan oleh institusi sekolah dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi bawaan peserta didik baik jasmani, intelektual maupun spiritual peserta didik seutuhnya. Sehingga menjadi insan kamil yang akan menjadi khalifah dan hamba Allah yang memiliki tugas mensejahterakan bumi.
3.Fungsi lingkungan pendidikan
Fungsi berarti manfaat, guna, faedah.10
Lingkungan Pendidikan adalah tempat anak untuk mendapatkan suatu pengajaran yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, dan baik yang bersifat formal maupun non formal. Lingkungan Pendidikan terdiri atas 11:
a.Pendidikan Informal
Merupakan pendidikan yang diberikan kepada anak dalam lingkup keluarga. Keluarga mempunyai peranan yang sangat penting, terutama orang tua yang menjadi pendidik atau pengajar yang pertama dan utama. Sebelum memasuki bangku sekolah, orang tualah yang akan membentuk kepribadian anak mereka.
b.Pendidikan Formal,
Merupakan pendidikan yang secara umum diberikan di sekolah, yaitu dari jenjang TK, SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi. Dalam lingkup sekolah, anak-anak akan dididik oleh pengajar atau guru yang sudah prefesional.
c.Pendidikan Non Formal
Merupakan pendidikan yang diberikan dalam lingkup kemasyarakatan. Anak-anak akan mendapatkan hal yang baru dalam pergaulan mereka dalam masyarakat. Mereka juga akan menyadari arti pentingnya dalam hidup bermasyarakat. Tanpa masyarakat kita tidak akan hidup, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial.

Kalau kita pahami dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Lingkungan Pendidikan adalah tiga unsur penting yang sangat berperan dalam pendidikan dan menjadi pusat kegiatan pendidikan.
Jadi kalau kita gabungkan antara kata fungsi dan Lingkungan pendidikan maka dapat diambil makna baru yaitu faedah atau manfaat dari tiga unsur penting dalam pendidikan yang akan dioptimalisasikan manfaatnya dalam dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

4.SD Integral Luqman Al Hakim
Adalah sebuah lembaga pendidikan dasar formal dibawah naungan Lambaga pendidikan Islam Hidayatullah, di Pondok pesantren Hidayatullah Surabaya. Terletak di Surabaya timur tepatnya dijalan Kejawan putih Tambak VI/1, yang mempunyai pola pendidikan integral dengan program unggulan Full day school.

Dari judul yang telah diberi penegasan serta definisi secara terperinci diatas maka dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan” Strategi Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Melalui Optimalisasi Fungsi Lingkungan Pendidikan (Lngkungan Sekolah dan Keluarga di SD integral Luqman Al Hakim” adalah Usaha-usaha yang dilakukan oleh kepala sekolah SD integral Luqman Al Hakim dalam memaksimalkan semua potensi lingkungan pendidikan (kaluarga dan sekolah) untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah Dasar Integral Luqman Al Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya.


C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah penulis kemukakan diatas, maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Langkah apa yang ditempuh kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui optimalisasi fungsi Lingkungan pendidikan (Lingkungan Sekolah dan Keluarga) di SD Integral Luqman Al Hakim.
2. kendala-kendala apa yang di hadapi kepala sekolah dalam optimalisasi Lingkungan pendidikan (Lingkungan Sekolah dan Keluarga) di SD integral Luqman Al Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya.
3. Solusi dan strategi apa yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam memecah problem optimalisasi Lingkungan pendidikan (Lingkungan Sekolah dan Keluarga) di SD integral Luqman Al Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya.

D. Tujuan Penelitian

1.Untuk mengetahui langkah-langkah yang ditempuh kepala sekolah SD Integral Luqman Al Hakim dalam mengoptimalkan Lingkungan pendidikan (Lingkungan Sekolah dan Keluarga) di SD Integral Luqman Al Hakim

2.Untuk mengetahui kendala-kendala apa yang di hadapi kepala sekolah dalam mengoptimalikan fungsi Lingkungan pendidikan (Lingkungan Sekolah dan Keluarga) di SD integral Luqman Al Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya.

3.untuk mengetahui dan strategi apa yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam mengoptimalkan fungsi Lingkungan pendidikan (Lingkungan Sekolah dan Keluarga) di SD integral Luqman Al Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya.
E. Manfaat Penelitian
1.Manfaat Penelitian secara teoritis
Secara teoritis hasil peneltian ini bermanfaat dalam upaya peningkatan mutu pendidikan dan memberikan sumbangsih teoritis pada dunia pendidikan, khususnya yang berhubungan dengan manajemen layanan khusus yang secara spesifik adalah manajemen strategi kaitannya dengan optimalisasi fungsi Lingkungan pendidikan (Lingkungan Sekolah dan Keluarga) yang merupakan komponen utama dalam dunia pendidikan.
2. Manfaat praktis penelitian.
Manfaat praktis penelitian ini dilakukan untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang didapat oleh peneliti selama dalam perkuliahan selama 4 tahun. Selain itu penelitian ini diajukan untuk memenuhi syarat untuk memperoleh gelar starata satu (S1) di sekolah tinggi Agama Islam Luqman Al Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya.




F. Metode Penelitian.
1.Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan proses kegiatan kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui optimalisasi fungsi Lingkungan pendidikan (Lingkungan Sekolah dan Keluarga) yang meliputi langkah-langkah yang ditempuh, kendala-kendala yang dihadapi, serta pemecahan permasalahan yang sedang dihadapi. Berdasarkan apa yang terjadi dilapangan dengan menggunakan pendekatan fenomenologis dan latar ilmiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dilapangan dan dilakukan dengan jalan berbagai metode yang ada 12.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen. Metode ini digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama metode penelitian kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak kedua metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden. Ketiga metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi13


2. Subyek dan Objek Penelitian
Subjek adalah keseluruhan yang ada dalam variabel penelitian. Dalam penelitian ini yang merupakan subjek adalah kepala sekolah, di mana kita ketahui kedudukan kepala sekolah dalam sebuah lembaga pendidikan, salah satunya adalah sebagai orang yang bertanggung jawab dalam mengembangkan pendidikan disekolah yang di pimpinnya. Dan Lingkungan pendidikan yaitu lingkungan sekolah dan keluarga sebagai objek atau sasaran strategik penelitian.
Adapun objeknya yaitu strategi yang digunakan oleh kepala sekolah SD Integral Luqman Al-Hakim Surabaya dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui optimalisasi fungsi Lingkungan pendidikan (Lingkungan Sekolah dan Keluarga)
3. Jenis dan Sumber Data
Terkait dengan jenis data yang digunakan, serta dari mana saja sumber data dapat diperoleh, dapat dilihat dari penjelasan berikut ini :
a. Jenis Data
Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Dimana data kualitatif merupakan data yang disajikan dalam kata-kata bukan dalam bentuk angka-angka. Adapun jika dalam penelitian ini terdapat sajian data dalam bentuk angka-angka, maka data tersebut hanya merupakan data tambahan yang sifatnya sekunder bukan prioritas.


b. Sumber Data
Adapun sumber data dari penelitian ini dibagi dalam dua bagian, yaitu sebagai berikut :
1)Sumber data primer
Sumber data utama (primer) dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai, yang dicatat melalui perekaman “audio tapes”, pengambilan foto dan lain-lain. Sumber data primer ini terdiri dari data tertulis dan lisan. Data lisan ini diperoleh dari key informan, yakni kepala sekolah, melalui wawancara yang terkait dengan strategi kepala sekolah dalam mengoptimalkan fungsi lingkungan pendidikan. Selain itu data lisan juga diperoleh dari objek prilaku strategik yakni guru-guru SD Integral Luqman Al-Hakim Surabaya.
2)Sumber data sekunder
Adapun di luar dari data utama adalah data tambahan (sekunder) yang berfungsi untuk melengkapi data utama. Seperti dokumen-dokumen tertulis dari subjek yang diteliti yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi terkait dengan obyek penelitian. Berupa data-data tentang sekolah SD Integral Luqman Al-Hakim Surabaya. Dan data-data lain yang di dapatkan di lapangan yang dapat memberikan informasi dari objek penelitian.
Dalam penentuan responden atau yang akan menjadi sampel, peneliti menggunakan tehnik purposive sampling. Pemilihan tehnik ini lebih pada pertimbangan bahwa pengambilan sampel sumber data karena tujuan tertentu. Misalnya orang yang menjadi responden itu dianggap lebih tahu (key informan) karena punya posisi tinggi atau pelaku utama tentang masalah yang diteliti dan diyakini dapat memberikan informasi atau data yang lengkap sesuai harapan peneliti.
4. Tehnik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data yang ada di lapangan, peneliti menggunakan tiga metode pengumpulan data yang lazim digunakan pada penelitian kualitatif, yakni :
a.Observasi
Observasi atau pengamatan, pengertiannya tidak sesempit defenisi orang pada umumnya, yakni memperhatikan sesuatu dengan menggunakan mata. Lebih jauh, di dalam pengertian psikologik, observasi atau pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra.14
Pada metode ini, peneliti menggunakan metode observasi sistematis dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan. Adapun yang akan diamati oleh peneliti adalah bagaimana strategi kepala sekolah dalam memaksimalisikan potensi lingkungan pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan di SD Integral Luqman Al-Hakim.
Alasan pemilihan teknik observasi berdasarkan pada pendapat Guba dan Lincoln yang di tulis oleh Lexy J. Moleong bahwa :
“Teknik pengamatan mampu memahami situasi-situasi yang rumit, tekhnik pengamatan juga memungkinkan melihat dan memahami sendiri prilaku dan kejadian yang sebenarnya terjadi di lapangan”15

b.Interview
Esterberg (2002) mendefenisikan interview dengan “a meeting of two persons to exchange information and idea through question and responses, resulting in communication and joint construction of meaning about a particular topic”. Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu16.
Dalam penelitian ini, metode interview yang digunakan peneliti adalah metode interview terstruktur yang terdiri dari serentetan pertanyaan terkait dengan informasi yang ingin didapatkan oleh peneliti, yakni strategi kepala sekolah SD Integral Luqman Al-Hakim terkait dengan opimalisasi fungsi lingkungan pendidikan sebagai sarana peningkatan mutu pendidikan disekolah yang dipimpinnya. Selain itu melalui interviw ini peneliti akan mencari data terkait dengan seluk beluk sekolah tersebut.
Ada beberapa pertimbangan peneliti memilih metode ini, salah satunya adalah untuk memeperoleh informasi (data) secara mendalam dan langsung pada subjek atau pelaku dalam penelitian ini. Pertimbangan ini berdasr pada pendapat Susan Stainback (1998) yang mengemukakan bahwa : interviewing provide the researcher a means to gain a deeper understanding of how the participant interpet a situation or phenomenon than can be gained through observation alon. Jadi dengan wawancara peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, di mana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi.17
c.Dokumentasi
Dalam mendefinisikan istilah dokumentasi, Suharsimi Arikunto dalam bukunya “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik” menuliskan, “dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seprti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya”.
Untuk memudahkan peneliti nantinya dalam mendeskripsikan data yang ada, sekaligus menambah keabsahan data penelitian ini, maka sangat perlu bagi peneliti untuk memakai metode dokumentasi. Metode dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang18. Dokumen yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah dokumen-dokumen yang ada hubungannya dengan objek penelitian baik itu berupa tulisan, diari, jurnal maupun dokumentasi berupa photo dan lain-lain.
5. Instrumen Penelitian
Dalam sebuah penelitian ilmiah, terdapat dua hal yang mempengaruhi kualitas hasil penelitian, yaitu kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data.19 Dengan begitu sangat diperlukan kejelian dan ketepatan dalam memilih instrumen apa yang tepat digunakan dalam proses pengumpulan data nantinya lapangan, sehingga data yang diperoleh nantinya betul-betul valid dan reliabel.
Pada penelitian ini instrumen yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan dan menggali data di lapangan adalah sebagai berikut :
a)Peneliti (human instrument)
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Prof. Dr Sugiyono mengemukakan bahwa “the researcher is the key instrumen”. Jadi peneliti adalah merupakan instrumen kunci dalam penelitian kualitatif.20
b)Pedoman wawancara, yakni berupa sederet pertanyaan yang terkait dengan data yang diinginkan peneliti, yang digunakan pada proses wawancara berlangsung.
c)Pedoman pengamatan, berupa daftar jenis kegiatan yang akan diamati peneliti selama berada di lapangan.
6. Tehnik Analisis Data
Secara defenitif analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian data (Patton,1980:268).21 Adapun menurut Bogdan, “ Data analysis is the process of systematically searching and arranging the interview transcripts, fieldnotes, and other materials that you accumulate to increase your own understanding of them and to enable you to present what you have discovered to others”. Analisis data adalah proses mencari dan menyususn secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.22
Dalam penelitian ini, digunakan analisis data kualitatif dengan pendekatan induktif dalam menarik kesimpulan dari data yang ada. Artinya peneliti bertolak dari fakta, informasi dan data empiris untuk membangun teori. Atau berangkat dari kasus-kasus yang bersifat khusus berdasarkan pengalaman nyata (ucapan atau perilaku subyek penelitian atau situasi lapangan penelitian), untuk kemudian dirumuskan menjadi model, konsep, teori, prinsip, atau definisi yang bersifat umum.
Setelah data diperoleh, ada tahapan yang ditempuh dalam menganalisis data, antara lain:
1.Peneliti membaca dan mempelajari data yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data.
2.Mereduksi data dengan jalan membuat abstraksi, yaitu usaha membuat rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataan perrlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya.
3.Menyusun dalam satuan-satuan dan kategorisasi yang dilakukan sambil membuat koding. Satuan merupakan alat untuk menghaluskan data.
4.Mengadakan pemeriksaan keabsahan data.
G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
a.Bab I: Pendahuluan
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, penegasan judul, dan sistematika pembahasan.
b.Bab II : Landasan Teori
Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang relevan dengan topik penelitian, antara lain tentang teori-teori terkait dengan strategi kepala sekolah dan konsep-konsep tentang lingkungan pendidikan.
c.Bab III : Metode Penelitian
Bab ini menguraikan tentang metode penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data selama di lapangan dan cara menganalisisnya. Metode penelitian ini sangat berpengaruh pada keabsahan data dan hasil penelitian nantinya.
d.Bab IV : Sajian dan Analisis Data
Bab ini memaparkan tentang sajian data dan analisis data. Sajian data meliputi setting penelitian atau gambaran umum subyek penelitian, mulai dari latar belakang berdirinya SD Integral Luqman Al-Hakim Surabaya, letak giografisnya, struktur organisasi, visi dan misi sekolah dan tentang kajian pokok penelitian yaitu tentang strategi kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui optimalisasi fungsi Lingkungan pendidikan di sekolah tersebut.
e.Bab V : Penutup
Bab ini memuat tentang kesimpulan peneliti dan saran-saran yang berkaitan dengan hasil penelitian yang dapat untuk menjadi pertimbangan lebih lanjut.











Daftar Pustaka


Akdon. 2006. Strategic Management For Educational Management; Manajemen Strategi untuk Manajemen Pendidikan. (Bandung: Alfabeta)

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. (Jakarta : PT Rineka Cipta,)

Noor, Hery. 1999. Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Logos),223-226

Kholis, Nur. 2003. Dasar-dasar pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta)

Meleong, Lexi J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT. Remaja Rosda karya)

Pratanto, Pius dkk. 1994. Kamus Ilmiah Populer (Surabaya, Arloka)

Sagala, Syaiful. 2007. Manajemen strategic dalam peningkatan mutu penndidikan pembuka ruang kreativitas, inovasi dan pemberdayaanpotensi sekolah dalam system otonomi sekolah. (Bandung: Alfabeta).

Sugeng, Achmad. 2005. Manajemen Lembaga Pendidikan Islam. (Surabaya, Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman Al Hakim).

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. (Bandung; Alpabeta).

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. (Bandung; Alpabeta).

Wiryana, Made.-----. Penyelesaian problem sosial melalui optimalisasi fungsi tri pusat pendidikan. (sebuah tulisan yang idenya tercetus ketika banyak melihat problem sosial di kampung-kampung miskin di perkotaan). http://www. lp3b. com/?pilih= news&aksi= lihat

Undang-undang sistem Pendidikan nasional no.20 tahun 2003

read more